Wamenkes Dante Saksono, Dokter Muda Yang Pernah Menjadi Kepala Puskesmas di Batang Asai Sarolangun

Iklan
Wamenkes Dante Saksono, Dokter Muda Yang Pernah Menjadi Kepala Puskesmas di Batang Asai Sarolangun
Wamenkes Dante Saksono, Dokter Muda Yang Pernah Menjadi Kepala Puskesmas di Batang Asai Sarolangun

Sapajambe.com - Siapa menyangka dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, PhD, ahli molekuler diabetes pertama di Indonesia, itu pernah tinggal di Batang Asai, Sarolangun , Jambi. 

Siapa yang menduga salah satu spesialis endokrologi dan ahli molekular diabetes pertama di Indonesia, itu tak pernah berkeinginan menjadi seorang dokter. Saat lulus SMA, ia justru ingin kuliah di ITB dan memilih jurusan informatika yang menjadi favoritnya.

"Lulus SMA saya nggak mau jadi dokter tapi ibu minta saya jadi dokter. Akhirnya pas UMPTN saya keterima juga di FKUI. Yah mungkin sudah jalan hidupnya," jelas dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, PhD.

Karena menurut pada ibundanya, dr Dante bersedia mengikuti kuliah kedokteran di UI.

Saat awal kuliah di FKUI pada tahun 1991, dr Dante mengatakan masih belum tertarik dengan dunia kedokteran. Namun seiring berjalannya waktu ia justru berbalik mencintai dunia kedokteran.

Setelah lulus FKUI, dr Dante mendapatkan proyek dari Yayasan Habibie untuk tugas daerah dan mengikuti seleksi unggulan untuk mengambil spesialisasi. Saat itu ia memutuskan untuk mengambil spesialis penyakit dalam.

"Saat itu saya peserta paling muda karena kalau dokter yang lain harus kerja lapangan dulu, tapi saya karena seleksi unggulan langsung masuk setelah lulus," ujar dr Dante.

dr Dante pernah menjadi Kepala Puskesmas di Batang Asai, Jambi. Bertugas di daerah terpencil inilah yang membuatnya makin mencintai dunia kedokteran.

"Di sana sangat terpencil, hanya ada satu dokter untuk 13 desa. Belum ada listrik, 2 sampai 3 jam dari jalan utama dan 5 jam dari ibukota kabupaten. Listrik saja tidak ada, apalagi telepon seperti sekarang," jelas dr Dante.

Meski harus bertugas di daerah terpencil dan jauh dari fasilitas umum, dr Dante mengaku sangat menikmatinya. Kata dia, di Batang Asai banyak pelajaran berharga tentang hidup  yang ia dapatkan. Selain itu ia dapat pengalaman spesial dalam mengaplikasikan ilmu kedokteran yang belum tentu bisa dilakukan di kota-kota besar.

"Buku hanya mengajarkan aspek klinis, tapi belum tentu bisa diaplikasikan. Nah dengan praktik di tempat seperti itu bisa langsung diaplikasikan, penanganan, edukasi, pelayanan dan sebagainya," jelasnya.

Lulus mengambil spesialisasi tahun 2004, dr Dante bergabung dengan PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia) di Divisi Metabolik Endoktrin yang menangani masalah seperti diabetes dan tiroid.

Pada 2005, dr Dante dikirim ke Jepang untuk mengambil gelar PhD di University of Yamanashi. Untuk sekolah ke Jepang tersebut, ia hanya mendapatkan beasiswa 1 tahun, dari 3-4 tahun masa studi yang harus ditempuh.

"Saya nekat berangkat. Saya mengambil molekuler diabetes karena saat itu belum ada ahli di Indonesia yang belajar molekuler diabetes. Istri dan anak juga ikut kesana, karena hidup dengan keluarga jadi lebih murah karena bisa tinggal di apartemen universitas, kalau sendiri kan harus di luar," tutur dr Dante.

Dikatakan dr Dante, untuk menutupi biaya kuliah dan hidup selama di Jepang yang tidak ditanggung oleh beasiswa, ia mendapatkan bantuan dari organisasi PAPVI (Perhimpunan Aterosklerosis & Penyakit Vaskular Indonesia) dan bekerja di sana.

Selain itu, kata dia, karena profesornya di Jepang mengetahui bahwa ia mendapatkan beasiswa, dr Dante diangkat menjadi asisten dan diikutsertakan dalam riset sehingga mendapatkan gaji dari universitas.

"Alhamdulillah tahun 2008 saya selesai. Yang harusnya 4 tahun saya kebut kelar 3 tahun lebih. Dan saya jadi ahli molekuler diabetes pertama di Indonesia," tutur dr Dante.

Sekarang dr Dante bekerja di Divisi Metabolis Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. Ia juga menjadi staf pengajar mahasiswa S1, S2 untuk spesialis penyakit dalam dan sub spesialis endokrin. Selain itu membimbing mahasiswa S3 dari FKUI, mahasiswa di Universitas Andalas dan IPB.(*)


Sumber: Cnn Indonesia

Iklan